JOB CAREER VACANCY (LOWONGAN KERJA & KARIR)


May 19, 2007

Pendaftaran tes CPNS Guru

CPNS
PUPUS SUDAH MIMPI ITU

Puluhan guru tidak tetap, pegawai tidak tetap, guru wiyata bakti, dan guru tunjangan ikatan dinas di Surabaya harus berlapang dada tidak dapat mengikuti tes penerimaan calon pegawai negeri sipil. Pengabdian mereka selama bertahun-tahun seperti tidak ada artinya di mata pemerintah.

Sebelum pendaftaran CPNS dibuka 28 Januari 2006 lalu, Djatmiko (45), guru tidak tetap (GTT), sudah mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk pendaftaran. Tes CPNS yang akan diselenggarakan 28 Februari kemungkinan besar merupakan tes terakhir baginya. Sebab, tahun depan usianya sudah 46 tahun, batas usia yang menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005 tidak lagi dapat mengikuti tes CPNS.

Berkali-kali sejak menjadi GTT tahun 1982, dia selalu mengikuti tes penerimaan CPNS yang diadakan pemerintah. Namun, Dewi Fortuna belum juga berpihak kepadanya. Setelah semua arsip yang dibutuhkan untuk pendaftaran disiapkan, kemudian didengarnya kabar tentang Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menneg PAN) Nomor 01 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pengadaan CPNS Tahun 2005/2006 dia merasa lemas.

Sebab, salah satu isinya menyebutkan GTT, PTT, guru wiyata bakti, dan guru tunjangan ikatan dinas tidak diperbolehkan mengikuti tes CPNS melalui jalur honorer, melainkan harus melalui jalur umum. Padahal usianya kini sudah lebih dari 35 tahun, batas usia pendaftar jalur umum.

Seketika harapan, usaha, dan cita-citanya pupus. Dewi Fortuna yang diharapkan datang ternyata menjauh darinya. Kekecewaan kepada pemerintah memuncak. Pengabdiannya sebagai guru selama 24 tahun ternyata tak ada artinya di mata pemerintah. Anak didiknya sudah sarjana Sejak 1982, Djatmiko sudah menjadi guru di enam sekolah di Surabaya. Anak didiknya yang menjadi sarjana sudah tak terhitung jumlahnya.

Saat ini dia mengajar di dua sekolah, yakni SMA Hidayatul Ummah dan SMAN 15. Upah yang diterimanya dari dua sekolah itu jauh dari Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK) Surabaya yang ditetapkan Gubernur Jatim sebesar Rp 685.500.

Setiap bulannya bapak dari empat anak ini mendapatkan Rp 198.000, sementara total kebutuhan keluarganya setiap bulan rata- rata Rp 1 juta. Untuk menutupi kekurangan dana, dia kemudian memanfaatkan talenta yang diberikan Tuhan kepadanya dengan melakukan penyembuhan alternatif.

"Alhamdulillah, selama ini semua pasien yang datang diberi kesembuhan oleh-Nya," ujar Djatmiko. Walaupun dirinya membutuhkan uang, dia tidak pernah memaksa pasien yang tidak memiliki uang untuk membayar. Harga penyembuhan pun tidak dipatoknya. "Semua terserah kepada pasien mau ngasih berapa," tambahnya.

Karena itu, tidak jarang dia terpaksa meminjam uang ke teman atau saudaranya. Sekarang ketika harapan dan mimpinya untuk memperbaiki nasib dengan menjadi PNS hilang, dia hanya bisa pasrah sambil berharap pemerintah mau merevisi kebijakannya dan membolehkannya untuk dapat mengikuti tes CPNS lagi.

Panji (38), pegawai tidak tetap (PTT) di SMKN 3, juga harus rela tidak dapat mengikuti tes CPNS tanggal 28 Februari nanti. Umurnya yang sudah lebih dari 35 tahun membuatnya tak dapat mengikuti tes melalui jalur umum. Upah yang diterimanya dari sekolah hanya Rp 318.000 per bulan sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan dua anaknya Panji bekerja juga sebagai kuli batu.

Menurut Djoko Surono, Ketua Forum GTT dan PTT Negeri Surabaya, Panji dan Djatmiko hanya dua di antara sekitar 600 GTT, PTT, dan lainnya yang tidak dapat mengikuti tes CPNS karena usianya sudah berusia lebih dari 35 tahun. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Surabaya Arini Pakistyaningsih mengatakan, tidak bisanya GTT, PTT, dan lainnya mengikuti tes CPNS melalui jalur honorer merupakan kebijakan pemerintah pusat. Dia sama sekali tidak dapat mengubah keputusan pemerintah pusat tersebut. Jadi, inikah bayaran pemerintah kepada orang-orang yang telah berjasa mendidik dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat?